Jaman sudah modern, tapi menurut saya, orang-orang di sekitar kita (bahkan di Jogja sekalipun) masih banyak yang menilai kepribadian seseorang dari penampilan.
Saya punya sedikit cerita nih..
Saya dibantu temen-temen lagi nyari kos di daerah selatan Jogja. Setelah puter sana-puter sini dan selalu enggak kebagian tempat, saya mendapat saran rumah kos di gang Pandu. Ada rumah kompleks kos-kosan dengan banyak kamar.
Waktu kami masuk, kami disambut bapak-bapak berusia tua, mungkin sekitar 70 atau 80an tahun.
Melihat ada beberapa cowok-cewek berdiri di depannya, beliau menanyakan, siapa yang hendak cari kamar kos? Waktu tau saya yang nyari, si bapak memandangi saya beberapa saat (dari rambut hingga kaki), lalu setelah itu bertanya kuliah di mana, asal dari mana,
etcetera, dan setelah itu barulah beliau bilang "maaf, tidak ada kamar kosong", hehe..
Bukan hendak berburuk sangka. Tapi kalau kamar kosong, akan langsung dikatakan di awal bahwa kamar kosong. Nyatanya pemilik rumah menemukan pria muda dengan penampilan acakadut, rambut gondrong tidak disisir, berkaos oblong, dan sehingga dengan amat sangat terpaksa dikatakannya bahwa tidak ada kamar kosong. Joss!
Saya belum lulus sarjana, dan di sela-sela waktu bekerja dan ngurusin skripsi, saya bantu-bantu memandu praktikum di lab kampus (kelas reguler dan kelas paralel).
Yang paling menyenangkan adalah memandu kelas paralel (kelas malam), anak-anaknya interaktif meskipun tidak sebanyak kelas reguler. Dari mereka saya sering dapat masukan mengenai cara penyampaian materi yang lebih baik lagi.
Suatu kali, saya langsung pulang setelah praktikum kelas paralel. Di parkiran lantai bawah, salah seorang praktikan terpana melihat saya menggenjot dan melaju dengan sepeda menuju pintu keluar. Kok cuma pakai sepeda mas? Mungkin ekspektasinya adalah saya seorang pengajar yang terlalu keren untuk pake sepeda, hahaha.
Belum lama saya membuka rekening di bank swasta untuk urusan transfer gaji. Melihat saya datang dengan sepeda, satpam penjaga pintu depan terbelalak lalu tersenyum dengan ekspresi tidak biasa. Irregular smile! Hehe.. Mungkin aneh, seorang penunggang sepeda berambut gondrong sebahu, acak-acakan, datang ke bank swasta.
Cewek front-liner menjelaskan satu-persatu mengenai layanan yang bisa diambil sebagai nasabah, jarang sekali menunjukkan keramahan dan kehangatan, dan step-step berikutnya lebih mirip sebuah transaksi jual-beli biasa. Ternyata ada ya, neraka berbentuk lembaga financial!
Saya berusaha introspeksi sambil tetap duduk mengawasi si cewek memasukkan aplikasi saya ke komputer.
Ya. Seorang cowok berrambut gondrong tidak teratur, pakai kemeja panjang tapi dilipat hingga siku, dan di pergelangan tanggannya bukannya jam tangan, tapi karet gelang yang sewaktu-waktu dipakai buat mengikat rambut ikalnya. Walaah.. Pantessss, saya dilayani dengan setengah hati. Pasti dia risih! Wakakakaa....
Ini jauh berbeda dengan keadaan dua tahun lalu saat saya datang dengan tujuan yang sama, di bank yang sama, acara yang sama, dengan pelayanan yang penuh kehangatan dan canda tawa. Tentu saja dengan front-liner yang lain, dan tampilan saya yang jauh lebih baik. Karena saya pernah menjadi orang yang mungkin berbeda di mata orang: rapi, sopan, jaim.. Ihik ihik...!
Meskipun saya lebih sering memegang prinsip cuek, apapun yang orang lakukan asal tidak merugikan saya, saya akan tutup mata, tapi kali ini saya sampai pada suatu kesimpulan, bahwa pepatah "kamu dinilai bukan dari wajahmu, pakaianmu, penampilanmu" adalah pepatah yang lebih sering salah!
Lagian, saya nggak cuek-cuek amat. Meskipun males ngerawat rambut (saya memang tidak mau motongnya), tapi saya tetap pakai kemeja untuk acara-acara formal, bahkan kadang pakai jas casual, saya juga tidak punya hal-hal aneh seperti bertato, bertindik, dan saya selalu bersikap ramah, murah senyum, baik hati, dan gemar menabung (buktinya abis buka rekening), wakwkakwa....
Saya berpikir: alangkah indahnya jika semua orang menjadi dirinya sendiri, apa adanya, dalam artian yang positif tentunya. Semua orang tidak berusaha menjadi orang lain agar diterima. Orisinalitas dipertahankan, karena setiap pribadi adalah unik! Bikin dunia penuh warna.
Nggak kebayang kalau di bumi ini semua pria harus berambut cepak, pakai kemeja kaku atau ditambah dasi, sepatu pantofel yang bikin kurang gesit, wanita harus pakai sweater dan sepatu hak tinggi, dan lain-lain. See? Everone looks the same! Membosankan! :P
Yah... Namanya juga intermezo... Jangan dianggap serius... Yang jelas pelangi tetap lebih indah dibanding hitam putih. Menurut saya looo :P