Wednesday, August 29, 2012

Someway In Arabic Language

It's so weird, time after time i thought that it was good for me praying in my own language, Indonesian (praying for prasing and asking, not sholah).
Someway i thought that arabic language doesn't have a polite manner in asking, such as "please give my mom a health and wisdom, would you mind letting me to be in my best condition when death day came, i beg your mercy, bla bla bla) which ones i used to say in indonesian everytime i pray to god.

I wonder how stupid i am, or how ancient the language is..
But i'm proud having arabic as my fourth language. Thanks dad, you thaught me well.

Tuesday, August 28, 2012

From a Single Step

So, here i am, starting a new season of formal and informal sense of life.
Starting a better way to do my job works, starting a better feel of fingering my classic guitars, starting a new chapter of campuss junior co-lecturing, having my new dream-watch, and taking back my religious days.

Hm.. I feel like a better man.
"a journey of a thousand miles begins with a single step", yeah, i know it's true.

I wish this could be a permanent side of me, good one.

Sunday, August 19, 2012

Surat Lebaran Untuk Ayah

Assalamu'alaikum ayah...

Apa kabarmu? Aku yakin engkau sangat bahagia di sana...
Yang bisa kukatakan adalah aku kangen... Sangat kangen...
Tak seperti pada yang lain, aku bisa sewaktu-waktu pergi tidur dan bertemu mereka dalam mimpi, tapi padamu serasa sulit sekali untuk bertemu, bahkan lewat mimpi sekalipun..

Sungguh, aku masih perlu bimbinganmu....
Aku menyesali semua sikapku, sejak aku masih kanak-kanak, hingga remaja...
Akh.. Aku sering sekali mengecewakanmu....
Hingga saat kau pergi, aku tetap belum menjadi orang yang layak dibanggakan...

Masih terngiang saat aku di rumah, umurku mungkin 12 tahun.. Aku berusaha membuat papan catur dan tidak kunjung jadi. Kau katakan bahwa programku selalu tidak pernah berhasil.. Ya, aku tau, bukan cuma papan catur saja... Aku selalu ingin membuat suatu karya dan tidak ada yang berhasil dengan baik..
Aku tau, bukan maksudmu untuk mengecilkan anakmu, bukan niatmu untuk menciutkan nyali putramu, tapi kau ingin menjadi pelecut semangat untukku.

Taukah kau, ayah...
Aku hidup di kota, mempelajari banyak hal, banyak bidang.. Dan aku patut berbangga menjadi anakmu. Kau yang serba bisa, seorang petani, peternak, tukang kayu, guru ngaji, kepala sekolah, telah melahirkanku yang seorang multi-instrumentalist (yah, walaupun amatiran), seorang pemrogram yang handal, dan taukah kau ayah, bahkan di kota pun jarang ditemukan yang sepertiku. Ya, mungkin aku bukan tukang, dan tidak bisa bercocok tanam, tapi aku adalah orang spesial yang dibesarkan oleh ayah yang hebat. Dan aku sangat bangga menjadi anakmu. Saat aku mengirim ucapan-ucapan kepada kerabat kita, kucantumkan namaku dan namamu, Abdul Aziz bin Imam Rosyidi, agar mereka tau, sanak famili mereka yang tinggal nun jauh di pulau seberang dan telah tiada, salah seorang putranya telah tumbuh menjadi dewasa dan menjadi keren!

Taukah kau ayah...
Sejak kecil hingga remaja, aku tidak terlalu banyak menghabiskan waktu denganmu, tapi kupikir ada banyak momen-momen yang berkualitas, dan akan terus kuingat selama aku hidup, karena aku akan terus jadi anakmu.
Waktu aku berumur 4 tahun, aku senang sekali saat kau menyuapiku dengan makanan getuk. Bahkan seperti apa rasa getuknya seolah masih bisa kurasakan...
Kau seharusnya segera berangkat untuk menjadi imam maghrib, tapi aku terus merengek untuk terus disuapin, dan akhirnya kau meninggalkanku dalam keadaan menangis.
Aku memetik pelajaran yang kau berikan, bahwa kau mendahulukan kepentingan umat dibanding hal lain, meskipun itu keluargamu..

Suatu ketika saat aku lulus SMP, kau mengatakan bahwa kita tak mungkin merasa benar-benar mengenal seseorang hanya karena telah kenal dia selama setahun-dua tahun. Dan sekarang aku tau, 2 tahun belum bisa menunjukkan siapa seseorang terhadap kita, dan siapa kita terhadap orang lain. Itu benar. Aku sering salah menilai orang lain. Dan kupikir, banyak orang yang salah menilaiku. Sekarang aku tak mungkin mengclaim orang-orang sebagai sahabatku jika aku belum 2 tahun mengenal mereka. Thanks dad...

Taukah kau ayah...
Kau mengatakan jangan pernah bergaul dengan sembarang orang.
Bahkan aku mungkin baru berumur 7 taun saat itu...
Banyak peristiwa menunjukkan padaku, bahwa kita benar-benar terbentuk oleh lingkungan dan teman-teman. Aku sudah memutuskan untuk bergaul dengan orang-orang yang bisa saling menjaga. Di kampus, di lingkungan kerja, di tempat-tempat lain, aku selalu memilih orang untuk berteman dekat. Meskipun begitu, aku selalu belajar untuk bisa masuk pada semua jenis orang, dalam artian aku harus bisa berkomunikasi dengan semua jenis orang. Dan itu benar-benar kusebut sebuah proses pembelajaran yang sulit. Tapi satu yang kutau, aku bisa saja terjerumus pada hal-hal buruk jika aku tak pandai memilih teman. Terimakasih ayah...

Taukah kau ayah...
Meskipun kau baru meninggalkanku selama empat tahun, tapi aku tak pernah bertemu denganmu selama lebih dari 10 tahun. Bisa kau bayangkan bagaimana rasanya? Rasa kangen yang jelas tidak akan bisa diobati, karena aku tak mungkin bisa bertemu denganmu lagi di bumi ini.
Dan taukah kau ayah... Selama 10 tahun, aku selalu berharap tak usah ada lebaran, karena saat kau masih ada, aku tak mungkin pulang sebelum selesai belajar, dan saat kau sudah pergi, rasanya berkurang alasanku untuk pulang. Yang membuatku ingin pulang hanyalah melihat ibundaku, lain tidak.
Aku sangat bahagia saat menjalani Ramadhan, seolah-olah aku ingin itu berlangsung seterusnya, tanpa ada Idul Fitri yang membuat hatiku lara. Haduh... Miris hatiku...
Tapi sungguh egois... Bagaimana mungkin saat semua teman-teman dan kerabatku berbahagia saat lebaran, aku justru tak mengharap ada lebaran, selfish!
Baiklah, aku senang ada lebaran, tapi aku akan menjalani hari-hariku seperti biasa.

Tapi ayah, sungguh... Maukah kau sekali-kali datang mengunjungiku dan memberikanku nasehat..
Akh.. Bahkan ada sekalimat doa yang kau ajarkan, yang aku bingung harus menulisnya dengan cara apa saat hendak kutulis, aku ingin menanyakan ejaannya padamu sekali lagi.

Ayah...
Terkadang aku merasa tau, dari lapisan langit ketiga dan seterusnya, alam dunia ini terlihat jelas.. Aku tau kau menyaksikan, bahwa dalam beberapa sisi, aku adalah anak yang kurang ajar dan berada pada jalan yang sulit, bahkan jalan yang salah. Entah bagaimana, aku kesulitan menemukan lingkungan yang benar dan tempat bertanya. Kau tau, aku masih punya hutang janji untuk lulus. Tapi kadang merasa lucu, apakah perlu lulus dulu untuk bisa menjadi bebas dan kemudian bisa hidup dengan benar. Sungguh, aku perlu bimbinganmu.

Ayah...
Selamat idul fitri... Maafkan segala kesalahan anakmu, yang bahkan pada saat terakhirmu tidak bisa melihatmu... Meskipun aku jarang mengirimu YaSin, tapi aku selalu ingat doa yang kau ajarkan untuk kupanjatkan agar Yang Kuasa berkenan mengampuni semua dosamu. Yang kunginkan adalah kau bahagia selamanya di sana.

Tuhan, ya Rabbi. Mohon berikan tempat terbaik untuk ayahku yang luar bisa, yang telah membesarkan kami dengan baik.

Allahummaghfirliy dzunuwbiy waliwaalidayya warhamhumaa kamaa robbayaaniy shoghiiro..